Syarah Dzikir Ketika Pulang dari Bepergian

يُكَبِّرُ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ ثَلَاثَ تَكْبِيرَاتٍ ثُمَّ يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، آيِبُونَ، تَائِبُونَ، عَابِدُونَ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ، صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Di setiap tempat yang tinggi bertakbir tiga kali, kemudian mengucapkan,

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، آيِبُونَ، تَائِبُونَ، عَابِدُونَ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ، صَدَقَ اللَّهُ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

‘Tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Kami kembali dengan bertaubat, beribadah, dan memuji kepada Tuhan kami. Allah telah menepati janji-Nya membela hamba-Nya, dan mengalahkan golongan musuh dengan sendirian.'”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma.

Disebutkan di dalamnya ungkapannya Radhiyallahu Anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَفَلَ مِنْ غَزْوٍ أَوْ حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ…

Baca pos ini lebih lanjut

Iklan

Syarah Doa Ketika Singgah di Suatu Tempat

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari kejahatan apa yang diciptakan-Nya.”.[1]

Shahabiyah yang meriwayatkan hadits ini adalah Khaulah bintu Hakim Radhiyallahu Anha.

Seutuhnya hadits ini adalah sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam,

مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa singgah di suatu rumah [tempat] lalu mengucapkan ‘Aku berlindung dengan kalirnat-kalimat Allah yang sempurna, dari kejahatan apa yang diciptakan-Nya’, maka tidak akan berbahaya baginya sesuatu apa pun hingga pergi meninggalkan rumah [tempat] itu”.

Yang dimaksud bahwa jika seseorang singgah di suatu rumah dan di dalamnya mengucapkan do’a itu, maka dia selalu dalam lindungan Allah Ta’ala hingga pergi meninggalkan rumah itu.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 521-522 Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1]    Muslim. (4/2080). no. 2708.

Syarah Doa Seorang Musafir di Waktu Sahur

سَمَّعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللهِ، وَحُسْنِ بَلاَئِهِ عَلَيْنَا. رَبَّنَا صَاحِبْنَا، وَأَفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذًا بِاللهِ مِنَ النَّارِ

“Semoga ada yang memperdengarkan puji kami kepada Allah dan cobaan-Nya Yang baik bagi kami. Wahai Tuhan kami, temanilah kami (peliharalah kami) dan berilah karunia kepada kami dengan berlindung kepada Allah dan api neraka”.[1]

Ungkapan سَمَّعَ سَامِعٌ menurut An-Nawawi Rahimahullah diriwayatkan dengan dua bentuk: Pertama, huruf mim berharakat fathah dan bertasydid. Kedua, huruf mim berharakat kasrah tanpa tasydid.

Arti سَمِعَ سَامِعٌ adalah seorang saksi yang memberikan kesaksian atas pujian kami kepada Allah Ta’ala atas berbagai nikmat-Nya dan cobaan-Nya yang baik.

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Ketika Kendaraan Tergelincir

بِسْمِ اللهِ

“Dengan nama Allah.[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Usamah bin Zaid Radhiyallahu Anhu.

Seutuhnya hadits ini adalah ungkapannya Radhiyallahu Anhu,

كُنْتُ رَدِيفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَثَرَتْ دَابَّةٌ فَقُلْتُ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَقَالَ لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولُ بِقُوَّتِي وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ

“Aku sedang dibonceng oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang tiba-tiba binatang tunggangannya terpeleset. Aku mengatakan, ‘Binasalah syetan.’ Maka, beliau bersabda, ‘Jangan katakan, ‘Binasalah syetan’, karena jika engkau lakukan itu dia akan menjadi besar sehingga seperti rumah dan dia akan mengatakan, ‘Karena kekuatanku.’ Akan tetapi, katakan: بِسْمِ اللهِ ‘Dengan nama Allah’. Karena jika engkau lakukan demikian, dia akan menjadi kecil sehingga seperti lalat.”

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Takbir dan Tasbih dalam Perjalanan

قال جابر رضي الله عنه: كُنَّا إِذَا صَعَدْنَا كَبَّرْنَا، وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا

“Jabir Radhiyallahu Anhu berkata, ‘Apabila kami menanjak, membaca takbir, dan apabila kami turun, membaca tasbih’”.[1]

Ungkapan كُنَّا إِذَا صَعَدْنَا ‘apabila kami berjalan naik’, dengan kata lain, setiap kami menanjak di tempat-tempat yang tinggi di muka bumi, maka kami mengucapkan اللهُ أَكْبَرُ ‘Allah Mahabesar‘.

Ungkapan وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا ‘dan apabila kami turun membaca tasbih’, dengan kata lain, setiap kami menurun di tempat-tempat yang rendah di muka bumi, maka kami mengucapkan سُبْحَانَ اللهِ ‘Mahasuci Allah‘.

Bertakbir ketika berada di tempat yang tinggi adalah untuk menunjukkan rasa adanya kebesaran Allah Ta’ala dan keagungan-Nya. Sedangkan bertasbih ketika berada di tempat yang rendah adalah untuk menunjukkan rasa menjauhkan Allah Ta’ala dari segala macam kekurangan.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 518 Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1]    Al-Bukhari dalam Fathul Bari (6/135) no. 2993.

Syarah Doa Masuk Desa atau Kota

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَمَا أَظْلَلْنَ، وَرَبَّ اْلأَرَضِيْنَ السَّبْعِ وَمَا أَقْلَلْنَ، وَرَبَّ الشَّيَاطِيْنَ وَمَا أَضْلَلْنَ، وَرَبَّ الرِّيَاحِ وَمَا ذَرَيْنَ. أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ الْقَرْيَةِ وَخَيْرَ أَهْلِهَا، وَخَيْرَ مَا فِيْهَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا

“Ya Allah, Tuhan tujuh langit dan apa yang dinaunginya. Tuhan penguasa tujuh bumi dan apa yang di atasnya. Tuhan Yang menguasai syetan-syetan dan apa yang mereka sesatkan. Tuhan Yang menguasai angin dan apa yang diterbangkannya. Aku mohon kepada-Mu kebaikan desa, kebaikan penduduknya, dan apa yang ada di dalamnya. Aku berlindung kepada-Mu dan kejelekan desa ini, kejelekan penduduknya, dan apa yang ada di dalamnya.[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi Radhiyallahu Anhu.

Ungkapan وَمَا أَظْلَلْنَ ‘dan apa yang dinaunginya’, dari kata الْإِظْلاَلُ maksudnya adalah segala sesuatu di langit yang dicakup olehnya. Ibnu Al-Atsir Rahimahullah berkata, “Langit itu memayungi bumi.” Dengan kata lain, langit itu tinggi di atasnya sehingga menjadi seperti payung bagi bumi.

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Orang Mukim Untuk Musafir (2)

زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُ مَا كُنْتَ

“Semoga Allah membekalimu ketakwaan, mengampuni dosa-dosamu, dan memudahkan kebaikan kepadamu di mana pun kamu berada.[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu.

Hadits seutuhnya adalah ungkapan Anas Radhiyallahu Anhu,

رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ سَفَرًا فَزَوِّدْنِي قَالَ زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى قَالَ زِدْنِي قَالَ وَغَفَرَ ذَنْبَكَ قَالَ زِدْنِي بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي قَالَ وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Datang seorang pria kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lain berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak bepergian, maka bekalilah aku.’ Maka, beliau bersabda, ‘Semoga Allah membekalimu ketakwaan.’ Pria itu berkata lagi, ‘Tambahilah.’ Beliau bersabda, ‘Dan semoga Allah mengampuni dosa-dosamu.’ Pria itu berkata lagi, ‘Tambahilah.’ Beliau bersabda, ‘Dan semoga memudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu berada'”

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Orang Mukim Untuk Musafir (1)

أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيْمَ عَمَلِكَ

“Kutitipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan perbuatanmu yang terakhir.[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma.

Dalam hadits ini Salim bin Abdullah bin Umar berkata,

كَانَ ابْنُ عُمَرَ رضي الله عنهما يَقُوْلُ لِلرَّجُلِ إِذَا أَرَادَ سَفَرًا: اُدْنُ مِنِّى أُوَدِّعُكَ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوَدِّعُنَا، فَيَقُولُ:

“Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma berkata kepada seseorang jika hendak bepergian, ‘Kemari mendekatlah kepadaku agar kutitipkan engkau sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menitipkan kami, lalu beliau bersabda ……”

Imam Al-Khaththabi Rahimahullah berkata, “Amanah di sini adalah keluarga dan semua yang dia tinggalkan serta hartanya yang mana dia menjaga amanat berkenaan dengan harta itu.” Dia berkata, “Disebutkan agama di sini karena bepergian adalah banyak diyakini menimbulkan berbagai macam kesulitan. Bisa saja menjadi sebab timbulnya sikap menyepelekan sebagian perkara agama.”[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 515-516 Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1]    Ahmad (2/7), At-Tirmidzi (5/499) no. 3443.  Lihat Shahih Al-Tirmidzi (2/155).

Syarah Doa Seorang Musafir Untuk yang Mukim

أَسْتَوْدِعُكُمُ اللهَ الَّذِيْ لاَ تَضِيْعُ وَدَائِعُهُ

“Kutitipkan kalian kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya.[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.

Dalam hadits ini disebutkan sabdanya Shallallahu Alaihi wa Sallam,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يُسَافِرَ فَلْيَقُلْ لِمَنْ يُخَلَّفُ…

“Siapa saja yang hendak bepergian hendaknya mengucapkan kepada siapa saja yang akan ditinggalkan …..”

Ungkapan فَلْيَقُلْ لِمَنْ يُخَلَّفُ ‘hendaknya mengucapkan kepada siapa saja yang akan ditinggalkan’, yakni dari para keluarganya dan orang-orang yang dia cintai.

Ungkapan أَسْتَوْدِعُكُمُ ‘titipkan kalian kepada Allah’, kumohonkan penjagaan untuk kalian semua kepada Allah Ta’ala. Kujadikan kalian semua dalam penjagaan dan pemeliharaan Allah Ta’ala.

Ungkapan وَدَائِعُهُ ‘semua titipan pada-Nya’ adalah bentuk jamak dari kata وَدِيْعَة yang aslinya merupakan nama bagi harta yang tertinggal pada seseorang. Dari kata وَدَعَ yang artinya ‘meninggalkan’.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 513-514 Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1]    Ahmad. (2/403), Ibnu Majah. (2/943). no. 2825. Lihat Shahih Ibnu Majah. (2/133).

Syarah Doa Safar

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِيْ سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ. وَإِذَا رَجَعَ قَالَهُنَّ وَزَادَ فِيْهِنَّ: آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, ‘Mahasuci Tuhan Yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat)’ (QS. Az-Zukhruf: 13-14). Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakan-Mu. Ya Allah, mudahkanlah pcrjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dan kesulitan dalam perjalanan, pemandangan yang menyedihkan, dan keburukan ketika kembali dalam harta dan keluarga.’ Dan ketika pulang, semua itu dibaca dengan tambahan: ‘Kami semua kembali, kami semua bertaubat, kami semua beribadah. Kepada Rabb kami, kami memuji.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma.

Ungkapan أَنْتَ الصَّاحِبُ ‘Engkau teman’, dengan kata lain, teman yang selalu dekat. Yang dimaksud dengan itu adalah dampingan Allah Ta’ala kepadanya dengan segala perhatian dan penjagaan. Yang demikian karena manusia adalah makhluk yang harus banyak didampingi dalam perjalanan. Pendampingan itu dibutuhkan agar selalu merasa senang dengan itu, selalu berhati-hati, terjaga dari apa-apa yang membahayakannya, sehingga diingatkan dengan kata itu sebagai tempat bersandar yang paling baik dan penjagaan dari-Nya yang paling sempuma daripada sahabat yang mana pun juga.

Ungkapan الْخَلِيْفَةُ ‘pengganti’, dengan kata lain, yang mengganti orang yang pergi untuk mengamankan segala apa yang diwakilkan kepadanya. Artinya, Engkaulah yang kuharapkan, bersandar kepada-Nya ketika aku tiada di tengah keluargaku, hendaknya Engkau merapikan kekacauan pada mereka, mengobati penyakit mereka, dan menjaga agama dan amanat mereka.

Ungkapan مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ ‘dari kesulitan dalam perjalanan’, dengan kata lain, kerumitannya. Diambil dari akar kata اَلْوَعْثُ yaitu suatu tempat yang datar, banyak tanah berpasir yang melelahkan, dan menyulitkan binatang ternak.

Ungkapan وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ ‘pemandangan yang menyedihkan‘. اَلْكَابَّةُ وَ اَلْكَآبَةُ وَ الْكَأْبُ adalah penampilan yang buruk, putus asa karena rasa sedih. Sedangkan yang dimaksud adalah memohon perlindungan dari segala pemandangan yang menimbulkan rasa sedih.

Ungkapan وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ ‘keburukan ketika kembali’, yaitu kembali dengan sesuatu yang buruk baginya. Kembali dengan sesuatu yang menimpa dirinya dalam perjaianan. Atau apa-apa yang menimpa diri, kerabat, harta, dan apa-apa yang menjadi kesenangannya. Al-munqalab adalah ‘tempat kembali’.

Ungkapan وَإِذَا رَجَعَ ‘dan ketika pulang‘, dari perjalanannya.

Ungkapan قَالَهُنَّ ‘semua itu dibaca’, dengan kata lain, mengucapkan semua kalimat itu وَزَادَ فِيْهِنَّ: آيِبُوْنَ ‘dengan tambahan: kami semua kembali’, dengan kata lain, kembali dengan baik. Dari kata آبَ artinya ‘kembali‘, dengan kata lain, ‘kami kembali’; dan تَائِبُوْنَ ‘kami semua bertaubat’ dari segala macam dosa. Serta عَابِدُوْنَ ‘kami semua beribadah’, dengan kata lain, kami mukhlish لِرَبِّنَا ‘kepada Rabb kami’, dan karenanya kami حَامِدُوْنَ ‘kami memuji’ atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kami.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 503-505 Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1]    Muslim (2/998), no. 1342.