Syarah Cara Nabi Menghitung Tasbih

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ

“Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, ‘Aku melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya’.”[1]

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberikan alasan tentang hal itu dalam sabdanya,

إِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ

“Sesungguhnya sumua itu akan ditanya dan semua itu akan berbicara”.[2]

Sebagaimana juga disebutkan dalam hadits lain.

Artinya, semua itu pada Hari Kiamat akan bersaksi adanya perbuatan itu. Dia menggunakannya untuk menghitung tasbih, dengan kata lain, menekankan bahwa bertasbih dengan jari-jari tangan lebih utama daripada menggunakan untaian butir manik-manik dan kerikil.[]

Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 618.


[1]     Ditakhrij  Abu  Dawud dengan  lafazhnya (2/81),  no.   1502,  At-Tirmidzi, (5/521), no. 3486. Lihat Shahih Al-Jami’ (4/271), no. 4865.
[2]     Diriwayatkan Abu Dawud, no. 1501; dan At-Tirmidzi, no. 3577.

Iklan

Syarah Keutamaan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir (8)

وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، لاَ يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ

“Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Perkataan yang paling disenangi Allah ada empat: سُبْحَانَ اللهِ ‘Mahasuci Allah, وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، ‘Segala puji hanya bagi Allah, وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ ‘Tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah, dan وَاللهُ أَكْبَرُ ‘Allah Mahabesar’. Tidak memudharatkanmu (melindungimu) sesuatu apapun dari kalimat mana saja yang engkau ucapkan terlebih dahulu.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Samurah bin Jundub Radhiyallahu Anhu.

 Ungkapan أَحَبُّ الْكَلاَمِ ‘perkataan yang paling disenangi’. An-Nawawi Rahimahullah dalam kitab Syarh Muslim berkata, “ini dibawa kepada makna ucapan bani Adam. Jika tidak, maka Al-Qur an lebih utama daripada tasbih dan tahlil secara mutlak. Sedangkan sesuatu yang matsur dalam suatu waktu atau keadaan dan lain sebagainya, maka menyibukkan diri dengannya adalah lebih utama.”

Menjadi demikian karena kalimat-kalimat itu mencakup makna-makna menjauhkan Allah dari sifat kurang dan mengesakannya (tauhid).[]

Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 610-611.


[1]     Diriwayatkan Muslim, (3/1685), no. 2137.

Syarah Keutamaan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir (1)

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Barangsiapa mengucapkan: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ ‘Mahasuci Allah dan aku memuji-Nya’ dalam sehari seratus kali, maka kesalahannya akan dihapuskan sekalipun seperti buih di   lautan.”‘[1]

Shahabat yang  meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.

Ungkapan حُطَّتْ ‘dihapuskan’, dengan kata lain, diletakkan darinya.

Ungkapan زَبَدِ الْبَحْرِ ‘buih di lautan’, dengan kata lain, seperti buih seluruh air laut. Yang demikian digunakan dalam bentuk mubalaghah ‘melebihkan’, dengan kata lain, jika dipastikan bahwa dosa-dosanya itu berwujud materi dan seakan-akan sebanyak buih air laut, maka Allah Ta’ala mengampuninya dengan ucapan itu.[]

Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 604.


[1]     Al-Bukhari, (7/168), no. 6405; dan Muslim, (4/2071), no. 2691.

Keutamaan Memuji Allah

سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ

3080-3868. Dari Jabir bin Abdullah رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Dzikir yang paling utama adalah ucapan, “Tiada Tuhan selain Allah.” Dan doa yang paling utama adalah ucapan, “Segala puji bagi Allah’.Hasan: Ash-Shahihah (1497), Al Misykah (2306), At-Ta’liq Ar-Raghib (2/229).

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

3081-3871. Dari ‘Aisyah رضي الله عنها, ia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم jika melihat sesuatu yang beliau sukai, maka beliau akan mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya semua kebaikan sempurna.’ Dan jika beliau melihat sesuatu yang beliau benci, maka beliau akan mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah atas segala keadaan’.” Hasan: Ash-Shahihah (265).

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ إِلَّا كَانَ الَّذِي أَعْطَاهُ أَفْضَلَ مِمَّا أَخَذَ

3082-3873. Dari Anas رضي الله عنه, ia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Selama seorang hamba diberikan suatu nikmat oleh Allah سبحانه و تعالى dan ia mengucapkan, “Segala puji bagi Allah,” niscaya apa yang telah Allah berikan itu (akan menjadi) lebih baik dari yang telah ia terima’.” Hasan: Adh-Dha’ifah (2011).

Disalin dari Shahih Sunan Ibnu Majah, Bab. 55. Keutamaan Tahmid