Syarah Dzikir Pagi dan Petang (10)

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى.  اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, hartaku. Ya Allah, tutuplah auratku dan berilah ketenteraman di hatiku. Ya Allah, peliharalah aku dan arah depan, belakang, kanan, kiri, dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu agar aku tidak terjebak dari bawahku.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini  adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma.

Ungkapan الْعَافِيَةَ ‘kesehatan’, dari ungkapan عَافَاهُ الله ‘semoga Allah menyehatkannya’ atau أَعْفَاهُ ‘disehatkan’, sedangkan ism-nya adalah الْعَافِيَةَ ‘kesehatan’, yaitu penjagaan Allah bagi hamba-Nya dari berbagai macam penyakit dan bala.

Sedangkan permohonan kesehatan dalam agama adalah penjagaan Allah dari segala yang menghinakan agama dan membahayakannya. Sedangkan di dunia adalah penjagaan Allah dari segala yang membahayakan bagi dunianya. Sedangkan dalam keluarga adalah penjagaan Allah dari segala yang bisa menimpa keluarga berupa bala atau berbagai macam penyakit dan lain sebagainya. Sedangkan dalam harta adalah penjagaan Allah dari segala yang membahayakan hartanya dari bencana tenggelam, kebakaran, pencurian, dan berbagai macam gangguan yang menyakitkan.

Baca pos ini lebih lanjut

Iklan

Biografi Mu'adzah binti 'Abdillah

MU’ADZAH BINTI ‘ABDILLAH AL-‘ADAWIYYAH
Wanita Shalihah Bersuami Lelaki Taat Beribadah

Mu’adzah binti ‘Abdillah al-‘Adawiyyah, nama kunyahnya Ummu Shahba. Beliau adalah salah seorang wanita yang berasal dari kota Basrah. Beliau termasuk dari kalangan Tabi’in dan termasuk dari perawi hadits. Terlahir dalam keluarga yang terbangun di atas pondasi iman dan ketaatan kepada Allah عزّوجلّ, hingga sekat-sekat rumahnya tak pernah menyaksikan kecuali amal shahih yang senantiasa mengisi hari-harinya bersama keluarga. Keluarga yang senantisa hidup dalam naungan cinta kepada kebajikan dan senantiasa memburunya.

Bagaimana tidak, jika kepala rumah tangganya adalah seorang pemuka para ahli ibadah dan suri tauladan bagi orang-orang zuhud. Ditemani seorang istri yang termasuk salah satu wanita kebanggaan para wanita ahli ibadah. Sedangkan anak-anak mereka sangat berbakti terhadap kedua orang tuanya dan mewarisi sifat-sifat baik kedua orang tua mereka. Betapa indahnya kehidupan rumah tangga jika terajut dari individu-individu yang berlatar belakang seperti mereka.

KESHALIHAN SUAMI MU’ADZAH

Suami Mu’adzah bernama Shilah bin Asy-yam al-‘Adawi al-Bashri, dengan kunyah Abu Shahba. Disebutkan dalam kitab Siyar A’lamin Nubala (4/509), bahwa Shilah dan istrinya, Mu’adzah, termasuk thabaqah kedua dari kalangan Tabi’in. Beliau adalah tokoh temama pada masanya, juga termasuk perawi hadits. Hasan al-Bashri dan Tsabit al-Bunani di antara Ulama umat yang berguru kepada Shilah ini.

Ibnu Hazm رحمه الله menyebutkan dalam kitab al-Muhalla (4/321) salah satu hadits yang beliau riwayatkan yaitu dari Sahabat ‘Ammar bin Yasir رضي الله عنه, bahwa beliau berkata: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari ini, maka dia telah menentang Abul Qasim (Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم)”

Sang istri Mu’adzah Al-‘Adawiyah telah memberi kesaksian sendiri tentang keshalihan pribadi suaminya dengan berkata, “Tidaklah Abu Shahba mengerjakan shalat, melainkan setelah itu dia tak bisa kembali ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak “.

Baca pos ini lebih lanjut

Kriteria Istri yang Baik

Rasulullah صلي الله عليه وسلم ditanya: “Wanita yang bagaimanakah yang paling baik?” Beliau صلي الله عليه وسلم bersabda:

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلاَ تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فيِ نَفْسِهَا وَمَالِهِ

Yang menggembirakan suaminya apabila dia memandangnya, menaatinya ketika diperintah, dan tidak menyelisihi suaminya dalam hal yang tidak disukai oleh suaminya baik yang berkaitan dengan dirinya maupun harta suami.” (HR. Ahmad dan Nasai, Sanadnya hasan)

Wanita Pilihan

Wanita dinikahi karena beberapa hal:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ

“Nikahkanlah wanita-wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan banyaknya kalian.” (HR. Abu Daud dan Nasai)

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia itu perhiasan, dan sebaik-sebaik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)

Referensi:

  1. Risalah Nikah oleh Ahmad bin Abdul Aziz Hamdan, terbitan Darul Haq Jakarta-Tahun 2006,
  2. Tuntunan Nabi Nabi صلي الله عليه وسلم dalam Jima’ oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله