eBook Doa dan Dzikir Seputar Hujan

الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على إمام المرسلين، نبينامحمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد:

Negeri kita Indonesia tercinta, pada dekade belakangan ini keadaan musimnya tidak menentu, sebuah wilayah kemarau namun diwilayah lain malah penghujan bahkan sampai banjir.

Banjir dan kemarau adalah hal yang begitu sering dihadapi di negeri kita ini sehingga hal tersebut sudah dianggap biasa oleh sebagian orang, pemerintah dan kalangan lain mencoba berbagai cara mengatasi keadaan tersebut, namun sebaian besar kita hanya menganggap semua ini adalah disebabkan kejadian alam belaka, hingga kita lupa berdo’a kepada sang penguasa yang mengatur dan menguasai semuanya.

Dalam eBook ini akan dipaparkan berbagai do’a yang berhubungan dengan kedua keadaan tersebut yang isinya adalah:

  1. Doa Apabila ada Agin
  2. Doa Saat Mendengar Petir
  3. Doa Meminta Hujan
  4. Doa Apabila Hujan Turun
  5. Bacaan Setelah Hujuan Turun
  6. Doa Agar Hujan Berhenti

Adapun eBook terdiri dari tiga format, pada format .CHM memuat doa-doa tersebut disertai 1. syarah/penjelasannya, dan ditambah pula 2. eBook Petunjuk Nabi di Musim Hujan; adapun format .PDF dan .DOCX tanpa kedua hal tersebut.

Download:
1. Doa dan Dzikir Seputar Hujan
Download PDF atau Download Word

2. CHM dan ZIP CHM
Download CHMatau Download ZIP

Syarah Do’a Melihat Putik Buah

Ungkapan بَاكُوْرَةُ الثَّمَرِ pada judul bab adalah buah-buahan yang banyak untuk pertama kali.

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ ثَـمَرِنَا، بَارِكْ لَنَا فِيْ مَدِيْنَتِنَا، بَارِكْ لَنَا فِيْ صَاعِنَا، بَارِكْ لَنَا فِيْ مُدِّنَا

“Ya Allah, berilah berkah pada buah-buahan kami, berilah berkah pada kota kami, berilah berkah pada sha’ kami, dan berilah berkah pada mud kami.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Ketika Mendengar Lolongan Anjing

إِذَا سَمِعْتُمْ نُبَاحَ الْكِلاَبِ وَنَهِيْقَ الْحَمِيْرِ بِاللَّيْلِ فَتَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنْهُنَّ فَإِنَّهُنَّ يَرَيْنَ مَا لاَ تَرَوْنَ

“Apabila kamu mendengar anjing menggonggong dan mendengar keledai meringkik, mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya mereka melihat apa yang tidak kamu lihat.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma.

Dikaitkannya permohonan perlindungan jika mendengar lolongan anjing dan suara keledai di malam hari, karena malam adalah waktu menyebarnya syetan. Oleh sebab itu, sabda beliau فَإِنَّهُنَّ يَرَيْنَ ‘sesungguhnya mereka melihat‘ dari golongan syetan dan jin. مَا لاَ تَرَوْنَ ‘apa yang tidak kamu lihat‘. Sedangkan jika di siang hari mungkin lolongan dan suara keledai itu biasa karena alasan lain. Sekalipun alasan ini ada di malam hari, umumnya pada malam hari mereka mampu melihat syetan. Hukum selalu berputar pada keumuman. Wallahu A’lam.[]

Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 545.


[1]     Abu Dawud (4/327) no. 5103; Ahmad, (3/306) dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud, (3/961)

Syarah Doa Kebencian Kepada Thiyarah

اَللَّهُمَّ لاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ، وَلاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ

“Ya Allah, tiada kesialan, kecuali kesialan yang Engkau tentukan, dan tiada kebaikan, kecuali kebaikan-Mu, serta tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma.

Di dalamnya disebutkan sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam,

مَنْ أَرْجَعَتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَتِهِ، فَقَدْ أَشْرَكَ، قَالُوا: وَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: يَقُولُ أَحَدُكُمْ

“Barangsiapa menunda kepentingannya karna thiyarah, maka dia telah syirik.’ Para shahabat bertanya, ‘Apa kafarah hal itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ‘Salah seorang dan kalian harus mengatakan …”

Ungkapan الطِّيَرَةُ adalah sikap optimisme dan pesimis atas dasar perilaku burung. Dengan perilaku burung-burung itu mereka mengambil keputusan tentang arah dan lain-lain. Mereka menggunakan cara mengejutkan burung dari tempatnya untuk kepentingan itu.

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Agar Hujan Berhenti

Al-istishha` adalah berhentinya hujan dan terbitnya matahari dengan cerah.

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah, hujanilah di sekitar kami jangan kepada kami. Ya Allah, berilah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, lembah, dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu.

Telah berlaiu penjelasan hadits ini pada hadits tentang Doa Minta Hujan.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 433.  Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1] Al-Bukhari, (1/224), no. 1013; dan Muslim, (2/613), no. 897.

Syarah Dzikir Setelah Turun Hujan

مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ

“Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiyallahu Anhu.

Seutuhnya hadits ini adalah ucapan Zaid Radhiyallahu Anhu,

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَّةِ فِي إِثْرِ سَّمَاءِ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟  قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: قَالَ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ : مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah di atas bekas turun hujan di malam harinya. Ketika usai beliau menghadap orang banyak, lalu bersabda, ‘Tahukah kalian, apakah yang di-firmankan Rabb kalian?’ Para shahabat menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Dia berkata, ‘Pagi ini hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Siapa yang mengatakan, ‘Kami diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah’, dialah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang. Sedangkan orang yang mengatakan, ‘Kami diberi hujan karena bintang ini dan itu, dialah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.'”

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Ketika Hujan Turun

اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Ya Allah, jadikanlah hujan yang bermanfaat.”[1]

Shahabiyah yang meriwayatkan hadits ini adalah Aisyah Radhiyallahu Anha.

Disebutkan di bagian awal hadits ini,

أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ، قَالَ

“Bahwa jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat hujan, maka beliau berucap ….”

Ungkapan صَيِّبًا ‘hujan‘, yakni hujan yang sangat lebat dan banyak. Dikatakan, “Hujan yang airnya mengalir.” Kata-kata itu manshub karena kata kerja yang dihilangkan. Aslinya أَسْأَلُكَ أَوْ اِجْعَلْهُ ‘aku memohon kepada-Mu atau jadikanlah dia’.

Ungkapan نَافِعًا ‘bermanfaat‘. Ini adalah sifat bagi hujan. Seakan-akan beliau sangat waspada dari adanya hujan yang membahayakan.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 428.  Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1] Al-Bukhari, dalam Fathul Bari, (2/518), no. 1032.

Syarah Doa Minta Hujan (3)

اَللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ، وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ، وَأَحْيِي بَلَدَكَ الْمَيِّتَ

“Ya Allah, berilah hujan kepada hamba-hamba-Mu, ternak-ternak-Mu, sebarlah rahmat-Mu dengan merata, dan suburkan tanah-Mu yang tandus.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu Anhuma.

Ungkapan وَبَهَائِمَكَ ‘ternak-ternak-Mu‘, dengan kata lain, semua binatang yang hidup di atas bumi dengan segala serangganya.

Ungkapan انْشُرْ ‘sebarkan‘, dengan kata lain, luaskan.

Ungkapan وَأَحْيِي بَلَدَكَ الْمَيِّتَ ‘dan suburkan tanah-Mu yang tandus‘, dengan kata lain, dengan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di atas bumi setelah bumi itu tandus. Yakni setelah bumi itu kering. Dalam hadits ini terdapat siratan kepada firman Allah Ta’ala,

فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا

“… Lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.” (Ar-Ruum: 24)[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 427.  Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1] Abu Dawud, (1/305), no. 1176; dan dihasankan Al-Albani kitab Shahih Abu Dawud, (1/218).

Syarah Doa Minta Hujan (2)

اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا

“Ya Allah, berilah kami hujan. Ya Allah, berilah kami hujan. Ya Allah, berilah kami hujan.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu.

Seutuhnya hadits itu adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

دَخَلَ رَجُلًا الْمَسْجِدَ يَوْمَ جُمُعَةٍ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعْتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا قَالَ أَنَسٌ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزْعَةٍ وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ اِنْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ فَلَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سَبْتًا. ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمَقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا عَنَّا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ فَانْقَلَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي فِي الشَّمْسِ

Baca pos ini lebih lanjut

Syarah Doa Minta Hujan (1)

Ungkapan istisqa` adalah permohonan siraman atau air [hujan].

اَللَّهُمَّ أَسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا، نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ، عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ

“Ya Allah, berilah kami hujan yang merata, menyegarkan tubuh, menyuburkan  tanaman,  bermanfaat,  dan tidak membahayakan. Kami mohon hujan secepatnya, tidak ditunda-tunda.”[1]

Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma.

Ungkapan غَيْثًا artinya ‘hujan‘.

Ungkapan مُغِيْثًا ‘yang menolong‘, dari kata al-ighatsah ‘pertolongan’.

Ungkapan مَرِيْئًا ‘bagus‘, seperti makanan yang menyehatkan. Artinya, kosong dari segala macam hal yang menyedihkannya seperti kehancuran, tenggelam, dan lain sebagainya.

ungkapan مَرِيْعًا ‘menyuburkan’, dengan kata lain, subur dan gembur. Sebagaimana ungkapan mereka أَمْرَعَ الْمَكَانُ ‘jika suatu tempat menjadi subur’. Apabila dijadikan dari asal kata اَلْمُرَاعَةُ dengan huruf miim yang didhammahkan. Yang demikian adalah penafsiran Al-Khaththabi. Dikatakan مَكَانٌ مَرِيْعٌ artinya tempat yang subur.[]

Disalin dari Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf al-Qathtani, hal. 423-424.  Terbitan Darul Falah, Jakarta.


[1] Abu Dawud, (1/303), no. 1169; dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud, (1/216).