Dzikir Adalah Penyelamat Dari Siksa Allah

وَعَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ عَمَلاً أَنْـجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ.

أَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَالطَّبْرَنِيُّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ.

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak seorang pun dari anak cucu Adam yang mengerjakan sebuah amalan yang lebih dapat manyelamatkannya dari adzab Allah kecuali dzikir kepada Allah.”
HR. Ibnu Abu Syaibah dan Ath-Thabrani dengan sanad yang hasan.1

Derajat Hadits
Hadits ini hasan. Al Hafizh Al lraqi berkata: diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al Mushannaf dan diriwayatkan pula oleh Ath-Thabrani dari hadits Mu’adz dengan sanad yang hasan.
Demikian pula, hadits ini telah dinyatakan hasan oleh penulis [Al-Hafidzh Ibnu Hajar] dalam buku ini.
Al Haitsami berkata: perawi-perawi hadits ini terdiri dari orang-orang yang meriwayatkan hadits shahih.[]

Disalin dari Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam.


1. Ibnu Abu syaibah ( 10/300) dan Ath-Thabrani dalam Al Kabir (20/166)

Konsisten Dalam Ber-DZIKIR

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رجلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيْنَا، فَبَابٌ نَتَمَسَّكُ بِهِ جَامِعٌ؟ قَالَ: لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam telah banyak atas kami, maka apakah ada sebuah amal ibadah menyeluruh yang dapat kami amalkan?”. Beliau pun bersabda, “Hendaknya senantiasa lisanmu basah dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan lafazh seperti ini, dan dikeluarkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan makna yang serupa. Dan At-Tirmidzi berkata, “Hasan Gharib”.[1])

PENJELASAN HADITS

  1. Pertanyaan seorang sahabat ini merupakan satu contoh dari sekian contoh yang banyak dalam pertanyaan-pertanyaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang berbagai macam perkara agama. Semua itu menunjukkan keutamaan, kepandaian, ketanggapan, dan semangat mereka dalam menginginkan dan memperoleh setiap kebaikan. Dan maksud dari syariat-syariat yang telah banyak adalah ibadah-ibadah yang sunnah. Sahabat ini ingin mengetahui satu jalan dari jalan-jalan kebaikan yang hendak ia khususkan dan lebih perhatikan agar ia mendapatkan pahala labih dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun hal-hal yang wajib, maka seluruhnya dibutuhkan. Dan wajib bagi setiap Muslim untuk melakukan seluruhnya. Dalam hadits ini Nabi menjawab agar sahabat tersebut konsisten dengan berdzikir kepada Allah, dan menganjurkan agar lisannya senantiasa basah dengan berdzikir kepada Allah.

Dan dzikir, ada dua macam; umum dan khusus. Dzikir yang bersifat umum adalah seperti; melakukan shalat, membaca Al-Qur’an, mempelajari dan mengajarkan ilmu, memuji Allah, menyucikan Allah dari segala yang tidak layak bagi-Nya. Adapaun dzikir khusus, maka seperti memuji-Nya dengan ber-hamdalah, mengucapkan laa ilaaha illallaah, bertakbir, dan semisalnya, yang semua ini diiringi dengan berdoa kepada Allah. Maka sering diucapkan kata “Dzikir dan Doa”.

Amalan ini mudah bagi seseorang, namun besar pahalanya di sisi Allah. Dan telah tetap sebuah hadits di dalam Ash-Shahihain, dan hadits ini merupakan hadits yang paling akhir dalam Shahih Al-Bukhari, yaitu sabdanya:

كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Dua kata yang dicintai Allah, ringan diucapkan oleh lisan, berat timbangannya dalam mizan. Dua kalimat tersebut adalah Subhanallahi wa bihamdihi dan Subhanallahil ‘Azhim“.

  1. Pelajaran dan faidah hadits:
  • Semangat para sahabat radhiallahu ‘anhum dalam bertanya-tanya tentang perkara agama mereka.
  • Keutamaan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan konsisiten di dalamnya.[]

Disalin dari Penjelasan 50 Hadits Inti Ajaran Islam karya Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahullah, hadits ke-50; terbitan Yufid.Com


[1]     HR Ahmad (4/188), At-Tirmidzi (3375), Ibnu Majah (3793), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (814). Dan hadits ini di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/95/1491) dan kitab-kitab beliau lainnya.

Bacaan Al-Qur’an Sebelum Tidur (1)

1. Membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا  أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ  لَيْلَةٍ يَجْمَعُ كَفَّيْهِ ثُـمَّ يَنْفُثُ فِيْهِمَا فَـيَقْرَأُ فِيْهِمَا قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ و قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ و قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَـمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata; “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada ditempat tidurnya setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya, lalu meniupkan, lalu membaca kepada keduanya ‘Qul huwallahu ahad’, ‘Qu a’udzu birabbil falq’ dan ‘Qul a’udzu birabbinnas’,  lalu dengan kedua telapak tangan beliau mengusap semua anggota tubuhnya yang bisa dijangkau. Beliau memulai mengusap dengan menggunakan kedua telapak tangannya dari kepala, wajah, dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukan demikian tiga kali.”

Lihat Syarah Dzikir Sebelum Tidur (1)

2.  Membaca ayat Kursi (QS. Al-Baqarah/2 :255), lihat Syarah Dzikir Sebelum Tidur (2)

3. Membaca Dua Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

Dari Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah pada suatu malam, niscaya kedua ayat itu akan mencukupinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihat Syarah Dzikir Sebelum Tidur (3)

4. Membaca Surat As-Sajdah dan Al-Mulk

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ آلـم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ وَتَبَارَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْـمُلْكُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak tidur, beliau membaca: Aliflaam miim tanziil as-Sajdah (QS. As-Sajdah: 1-30) dan Tabaarakalladzii biyadihil mulku. (QS. Al-Mulk: 1-30).” (HR. Al-Bukhari dalam Shahiih al-Adabil Mufrad no. 1207 dan 1209, Ahmad III/340, ad-Darimi 11/455 dan lainnya, shahih. Lihat ash-Shahiihah no. 585

Lihat Syarah Dzikir Sebelum Tidur (12)

Bersambung Insya Allah…..

eBook Syarat-Syarat Terkabulnya Doa

Nama eBook: Syarat-Syarat Berdoa
Penulis: Syaikh Sa’id bin Ali Wahf al-Qahthani

Pengantar:

الحمد لله رب العالمين. وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله :وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أَمَّا بَعْدُ:

Do’a dan ta’awudz (mohon perlindungan) ibarat senjata. Kehebatan senjata bergantung kepada pemakainya, bukan hanya dari ketajamannya saja, apabila senjata telah sempurna tidak ada cacatnya, lengan yang menggunakannya kuat, dan penghalang tidak ada, niscaya dapat membinasakan musuh. Apabila kurang salah satu dari tiga perkara ini, maka pengaruhnya tidak akan ada. Demikian pula dengan do’a, apabila isi do’a tidak baik, atau orang yang berdo’a tidak menggabungkan antara hati dan lisannya, atau adanya penghalang bagi terkabulnya do’a, maka do’a tidak akan berhasil.

Pelajarilah syarat-syarat berdo’a dan hal-hal yang menghalangi terkabulnya do’a, di dalam pembahasan berikut akan dijelaskan syarat-syarat berdo’a.

Syarat-syarat terpenting bagi terkabulnya do’a ialah:

  1. Ikhlas
  2. Mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam berdo’a
  3. Percaya dan yakin diterima Allah
  4. Menghadirkan hati sewaktu berdo’a dan khusyu’, mengharapkan ganjaran pahala dari Allah dan takut kepada adzab-Nya
  5. Adanya keinginan yang kuat, dan kesungguhan dalam berdo’a

Selamat menyimak penjelasan dari syarat-syarat tersebut dalam eBook ini dan semoga Allah mengabulkan do’a-do’a kita sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mengabulkan Do’a…

Download:

Download CHM atau Download ZIP atauDownload PDF atau Download Word

eBook Pengertian Do’a, Dzikir dan Macam-Macamnya

Nama eBook: Pengertian dan Macam-Macam Do’a
Penulis: Syaikh Sa’id bin Ali Wahf al-Qahthani

Pengantar:

الحمد الله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، أما بعد

Sebagai seorang muslim kita menyatakan ‘hanya kepada Allah kita Beribadah dan Hanya kepada-Nya kita Meminta’, sebab hal tersebut kita selalu mengingat-Nya dan berdo’a kepada-Nya.

Do’a berarti permohonan hamba kepada Rabbnya dengan cara memohon dan meminta, bisa pula berarti mensucikan, memuji dan makna yang sejenis dengan keduanya; dan do’a adalah bagian dari dzikir.

Pengertian dzikir adalah melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa kepada Allah. Yang dimaksud dengan lalai ialah meninggalkan sesuatu dengan usaha manusia itu sendiri. Dan yang dimaksud dengan lupa ialah meninggalkan sesuatu tanpa usaha dari manusia tersebut.

Hal tersebut diatas diantara hal yang dibahas dalam eBook ini, disamping itu juga dijelaskan pembagian dzikir ditinjau dari berbagai sisi, tingkatannya dan macam-macam dzikir, semoga kita memahami dan dapat mengamalkannya, amin…

Download:

Download CHM atau Download ZIP atauDownload PDF atau Download Word

Membaca Surat Al-Kafirun Sebelum Tidur

Di antara perkara yang disunnahkan bagi setiap Muslim untuk dilakukan secara kontinyu ketika kembali ke pembaringannya, adalah membaca surah Al-Kafirun, dan menjadikannya sebagai bacaan yang terakhir dia baca, karena ia adalah pelepasan diri dan syirik.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari Farwah bin Naufal Al-Al-Asyja’i, dari bapaknya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan kepadaku putri Ummu Salamah, dan beliau bersabda, Tidak lain engkau adalah seorang ibu yang menyusuiku.'” Beliau berkata, ”Aku tinggal sesuai apa yang dikehendaki Allah, lalu aku datang kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya. Apakah yang dilakukan perempuan itu atau perempuan kecil itu?’ Aku berkata, ‘Dia bersama ibunya.’ Beliau bertanya, ‘Ada tujuan apa engkau datang?’ Aku berkata, “Agar engkau mengajariku apa yang aku ucapkan ketika aku hendak tidur.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اقْرَأْ عِنْدَ مَنَامِكَ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) ثُمَّ نَمْ عَلَى خَاتِمَتِهَا، فَإِنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ

‘Bacalah ketika akan tidur, ‘qul yaa ayyuhal kaafiruun,’ kemudian tidurlah setelah selesai menamatkannya, sesungguhnya ia pelepasan diri dari syirik.[1]

Hadits di atas menunjukkan keutamaan surah ini, keutamaan membacanya ketika hendak tidur, dan anjuran agar seorang Muslim tidur sesudah menamatkannya. Hal itu agar aktivitas terakhir yang diakukan sebelum tidur adalah pernyataan tauhid dan berlepas dari syirik. Tidak   diragukan lagi, barang siapa membaca surah ini, memahami kandungannya, dan mengamalkan konsekuensinya, berarti dia telah terlepas terlepas dari syirik lahir dan batin. Sebagian ulama salaf memberinya  nama ‘Al-Muqasyqisyah.’ Dikatakan, ‘qasyqasya  fulan,’ yakni si fulan bebas dari sakit. Maka ayat itu membebaskan pemiliknya dari kesyirikan.

Surah ini dan surah “qul huwallahu ahad’ disebut sebagai Dua Surah Al-Ikhlas. Hal itu karena pada keduanya terdapat pemurnian tauhid dengan kedua jenisnya; ilmiah dan amaliah untuk Allah Tabaraka wata’ala.

Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kontinyu membaca kedua surah ini pada dua rakaat sebelum shubuh. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka dengan keduanya amalan hari itu. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca keduanya pada sunnah ba’diyah maghrib sehingga ditutup dengan keduanya amalan siang. Begitu pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya pada shalat witir sehingga menjadi penutup amalan malam hari. Pada bahasan terdahulu telah berlalu bersama kita bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca, ‘qul huwallahu ahad’ apabila kembali ke tempat tidumya. Sementara pada hadits Naufal ini terdapat anjuran membaca ‘qul yaa ayyuhal kaaf’iruun’ ketika hendak tidur. Dengan demikian kedua surah ini juga menjadi penutup aktivitas saat seorang Muslim akan tidur.[]

Disalin dari Fikih Do’a dan Dzikir Jilid 2, Karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Terbitan Griya Ilmu-Jakarta, hal. 63-64.


[1]     Al-Musnad, 5/456, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib, No. 604.

Dzikir-dzikir Dua Tepi Siang

Sesungguhnya di antara dzikir-dzikir dan doa-doa yang ditugaskan oleh syara yang bijaksana atas setiap Muslim sehari semalam, adalah dzikir-dzikir dua tepi siang, bahkan ia adalah dzikir yang paling luas dari jenis dzikir-dzikir muqayyad (dzikir yang terikat dengan sesuatu), dan paling banyak disebutkan dalam nash-nash, tentang anjuran terhadapnya dan motivasi kepadanya. Ia terdiri dari beragam dzikir yang diucapkan pada dua waktu utama ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا

“Wahai sekalian manusia, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Bertasbihlah kepada-Nya pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab/33: 41-42)

Kata ‘Al-Ashiil’ (petang) pada ayat itu adalah waktu antara Ashar hingga matahari terbenam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ

“Dan Bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu pada petang dan pagi hari”. (QS. Ghafir/40: 55)

‘Al-Ibkaar’ yaitu permulaan siang hari, sedangkan al-‘Asyiy yaitu penghujungnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula:

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ

“Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam.” (QS. Qaaf/50: 39)

فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ

“Mahasuci Allah ketika kamu berada di sore hari dan ketika kamu di pagi hari.” (QS. Ar-Rum: 17)

Dan ayat-ayat yang semakna dengan ini cukup banyak.

Waktu mengucapkan dzikir-dzikir ini adalah awal waktu pagi, sejak selesai shalat Shubuh hingga sebelum matahari terbit, sedangkan sore hari adalah sesudah shalat Ashar hingga sebelum matahari terbenam. Meski demikian, persoalan waktu ini mengandung kelonggaran—Insya Allah—, seperti kalau seseorang lupa mengerjakan pada waktunya, atau ada sesuatu yang harus dihadapinya, maka tidak mengapa melakukan dzikir-dzikir pagi hari sesudah matahari terbit, dan dzikir-dzikir sore sesudah matahari terbenam.

Adapun tentang dzikir-dzikir dan doa-doa yang diucapkan pada kedua waktu yang utama ini, maka ia sangatlah banyak dan beragam, akan datang -Insya Allah- sejumlah pilihan darinya, disertai penjelasan sedikit tentang makna-maknanya yang agung, dan indikasi-indikasinya yang berharga.[1][]

Disalin dari Fikih Do’a dan Dzikir Jilid 2, Karya Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Terbitan Griya Ilmu-Jakarta, hal. 10-11.


[1]  Kemudian Syaikh –semoga Allah menjaganya- menyebutkan dzikir-dzikir pagi dan petang disertai penjelasannya. Alhamdulillah di blog ini dan www.ibnumajjah.wordpress.com telah kita sajikan hal tersebut dari karya ulama dan ustadz lainnya. Ibnu Majjah

eBook Syarah Dzikir Pagi dan Petang

Nama eBook: Syarah Dzikir Pagi dan Petang
Pensyarah: Madji bin Abdul Wahhab Ahmad
Penulis dan Korektor: Syaikh Sa’id bin Ali Wahf al-Qahthani

Pengantar:

الحمد الله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، أما بعد

Sebagai seorang muslim kita mengetahi bahwa salah satu amalan yang sangat baik adalah ‘berdzikir kepada Allah ta’ala’,  mengingat Allah adalah sebab kita diingat pula oleh Allah Azza wa Jalla, salah satu dzikir yang dianjurkan untuk diamalkan adalah Dzikir Pagi dan Petang, dimana keutamaannya secara umum disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَعِيلَ وَلَأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَيَّ مَنْ أَنْ أَعْتِقَ أَرْبَعَةً

“Sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah Ta’ala dari usai shalat shubuh hingga terbit matahari, lebih kusukai daripada memerdekakan empat orang keturunan Ismail. Dan sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah Ta’ala dari usai shalat ashar hingga terbenam matahari, lebih kusukai daripada memerdekakan empat (orang budak).”

Setelah sebelumnya kami posting eBook Dzikir Pagi dan Petang karya Syaikh Sa’id bin Ali Wahf al-Qahthani, maka dikesempatan ini kami posting pula syarah-nya, semoga semakin menambah semangat kita untuk mengamalkannya, amin…

Download:

Download CHM atau Download ZIP atauDownload PDF atau Download Word

Keutamaan Lafazh لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

Dari Abu Musa al-Asy’ari رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Ucapkanlah:

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

“Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.”

Karena ia adalah salah satu perbendaharaan surga.” (HR. Al-Bukhari, no. 6384 dan Muslim, no. 2704. Hadits ini menurut redaksi riwayat al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Perbanyaklah mengucapkan:

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

karena ia adalah salah satu perbendaharaan surga.” (HR. Ahmad, no. 8406).[]

Disalin dari Kumpulan Do’a & Dzikir Dalam al-Qur`an dan Sunnah, Karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal.55.

Syarah Cara Nabi Menghitung Tasbih

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ

“Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, ‘Aku melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya’.”[1]

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberikan alasan tentang hal itu dalam sabdanya,

إِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ

“Sesungguhnya sumua itu akan ditanya dan semua itu akan berbicara”.[2]

Sebagaimana juga disebutkan dalam hadits lain.

Artinya, semua itu pada Hari Kiamat akan bersaksi adanya perbuatan itu. Dia menggunakannya untuk menghitung tasbih, dengan kata lain, menekankan bahwa bertasbih dengan jari-jari tangan lebih utama daripada menggunakan untaian butir manik-manik dan kerikil.[]

Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 618.


[1]     Ditakhrij  Abu  Dawud dengan  lafazhnya (2/81),  no.   1502,  At-Tirmidzi, (5/521), no. 3486. Lihat Shahih Al-Jami’ (4/271), no. 4865.
[2]     Diriwayatkan Abu Dawud, no. 1501; dan At-Tirmidzi, no. 3577.